Posted by : Kangtoer Sabtu, 24 Maret 2012

Apakah perguruan tinggi negeri (PTN) selalu lebih baik dari perguruan tinggi swasa (PTS)? jawabannya adalah tidak selalu. Ada PTS yang memiliki kualitas yang tidak kalah dengan PTN. Anggapan bahwa PTN selalu lebih baik dari PTS adalah mitos belaka yang selama ini telah dipercaya oleh banyak orang. Anggapan ini muncul karena perguruan tinggi negeri umumnya memiliki sumber daya yang lebih baik, misalnya jumlah dosen yang bergelar doktor lebih banyak. Hal ini disebabkan karena pada masa yang lalu pemerintah lebih memusatkan bantuannya kepada perguruan tinggi negeri.

Masyarakat juga sering beranggapan bahwa PTS dengan biaya pendidikan yang lebih tinggi adalah perguruan tinggi yang bermutu. Padahal ini bukanlah satu-satunya patokan. Masyarakat perlu memperhatikan hal lain yang dapat membantuk menilai mutu suatu perguruan tinggi diantaranya adalah status akreditasi, fasilitas pendidikan yang tersedia, serta kualitas dan kuantitas dosen yang dimilikinya.

Menanggapi tulisan tersebut yang berasal dari situs DIKTI, lalu bagaimanakah pendapat anda terhadap realita di instansi pendidikan yang kita cintai ini?



Memang menjadi sebuah pekerjaan rumah ketika kita belajar di perguruan tinggi yang katakanlah belum bonafide. Lalu apa yang harus kita lakukan?

Kata Augusto Comte seorang bapak filsuf positivisme dan psikolog, bahwa dimanapun kita berada, jangan menjadikan sebuah human determinism atau dengan kata lain jangan kita terlalu adem ayem saja dengan keadaan lingkungan dimana kita menempuh pendidikan. Disini peran mahasiswa sebagai rakyat mayoritas kampus harus ikut andil dalam mensukseskan almamaternya. Karena bagaimanapun juga sesuai dengan statuta universitas, bahwa mahasiswa harus menjaga nama baik universitasnya. Justru bersyukurlah jika kita diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi diri, dan sekaligus mengangkat nama baik civitas akademika.

Do’a dari orang tua yang mengharapkan anak yang dicintainya mampu berkembang lebih baik dari masa ke masa merupakan salah satu modal untuk menjadi motivasi dalam perubahan baik secara psikis maupun moral. Tentu seorang anak itu harus menyadari akan kebutuhannya untuk mengaktualisasikan dirinya, apalagi bagi para mahasiswa sebagai penyandang kasta tertinggi bagi tingkat peserta didik.
Mahasiswa , lagi – lagi mahasiswa, apa sih mahasiswa itu?

Pengertian Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Selanjutnya menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.

Atau dapat dikatakan mahasiswa adalah status sosial yang disandang karena melanjutkan jenjang pendidikan dari SMA / sederajat ke perguruan tinggi.

Mahasiswa mempunyai peran dan tugas yang kompleksitas intelek. Kampus sebagai instansi pendidikan tidaklah cukup untuk menunjang kebutuhan pendidikan, banyak unsur  - unsur pendukung untuk sarana aktualisasi yang berguna sebagai perspektif nantinya akan turun langsung ke masyarakat dan ikut berperan mengemban amanah.

Secara ideal, kampus dan sekitarnya menggambarkan beberapa corak, baik kelembagaan organisasi maupun komunitas kehidupan sosial. Organisasi adalah salah satu sarana atau alat untuk mengaktualisasikan diri sesuai dengan minat bakat serta kebutuhan mahasiswa itu sendiri.

Gambaran lain dari kampus adalah kehidupan sekitar / lingkungan yang ada dengan kearifan lokal masyarakat dengan ciri tersendiri. Selain belajar secara akademik, organisasi, disini secara tidak langsung juga mengusung kebudayaan yang ada di masyarakat.

Dalam ilmu sosiologi, fase mengambil peran dalam kehidupan masyarakat secara luas disebut juga dengan fase generalized other . hal ini berarti ada nilai yang terkandung bahwa mahasiswa sebagai alat perubahan ( agen of change ).

Reformasi 1998 membuktikan sejarah bahwa Mahasiswa sebagai penggerak perubahan,  kaum muda yang intelek, dan menjadi contoh moral bagi masyarakat.

Tipe mahasiswa sceara umum dapat disimpulkan menjadi 3 , yaitu : mahasiswa organisatoris, IP oriented ( akademika ), dan Hedon ( hura – hura ).

Mahasiswa yang betah ngubrak – ngubrik isi kampus dan aktif dalam tataran organisasi dapat dikatakan tipe organisatoris. Mereka mempunyai peranan baik menjadi motorik organisasi ataupun konseptor. Orang bilang mereka ini adalah aktifis kampus.

Sebenarnya seorang organisatoris tidaklah cukup untuk mengaktulaisasikan dirinya hanya sebatas di dalam intra ( kampus –red. ), namun mereka membutuhkan jaringan – jaringan di eksternal kampus untuk membangun sebuah komunikasi dengan kepentingan tertentu.

Mahasiswa IP Oriented, mereka inilah yang biasanya hanya terlihat di kampus saat pembelajaran atau kuliah saja, selebihnya waktu lebih banyak dihabiskan untuk berdiam dikosan atau kegiatan yang lain. Mereka lebih nyaman untuk fokus kuliah dan mengejar nilai. Yah.. bagaimanapun caranya hanya mereka yang tahu. Karena masing – masing individu memliki prinsip yang berbeda dalam hidup mereka, hita harus menghormati.

Lain halnya dengan mahasiswa yang satu ini, disebut pula dengan kaum hedonis. Mereka adalah mahasiswa yang sukanya Cuma kuliah, nongkrong, hang-out, dan bersenang senang bareng temen, masalah kuliah tinggal titip saja. Tipe yang satu ini tidak suka dengan kegiatan lintas organisasi baik di dalam maupun luar kampus. Lebih tertarik dengan komunitas – komunitas yang menyatukan dari sisi kesenangan.

So? Sudahkah kalian memilih?


INFO TERKINI

EVEN TAHUNAN "GEOGRAFI MEMBUMI 2014" DILAKSANAKAN PADA MINGGU 18 MEI 2014. DIHARAPKAN UNTUK PENDAFTARAN ON THE SPOT DATANG KE GEDUNG AK. ANSHORI PUKUL 07.00 WIB MAKSIMAL 30 MENIT SEBELUM ACARA DIMULAI !!

Popular Post

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © HMPS Pendidikan Geografi -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -